Sekarang genap 96 hari bertugas sebagai tenaga dr/drg PTT di Kab. HalBar Prop. Malut. Dari awal bertugas hingga sekarang ternyata kami belum menerima gaji. Ternyata lagi, yang gajinya terlambat di Maluku Utara hanya kami yang PTT di HalBar saja. Di sini satu-satunya Kab. Di Prop. Malut yang tidak memberikan insenda kepada tenaga PTT, sedangkan Kab. HalTim & HAlSel paling besar insenda-nya (mirip insenda di Papua).
Sekarang saya berada di ternate mewakili teman-teman PTT mengirim berkas gaji untuk 3 bulan kedepan melalui TIKI yang ditujukan kepada salah orang tua salah satu teman PTT di HAlbar biar nantinya diberikan langsung kepada DepKes pusat oleh orang tua teman kami tersebut, dengan harapan tidak bermasalah lagi seperti gaji 3 bulan awal kami yang sampai sekarang belum kami terima.
Di Halbar ..... bersambung
SAMBUNGAN :
....sekarang tanggal 19 desember 2009..... Setelah 109 hari bertugas, akhirnya kami memegang juga gaji kami untuk bulan september saja berhubung gaji kami bulan oktober dan nofember masih dalam proses. Untuk dokter/dokter gigi yang berniat ikut program PTT Pusat terutama yang memilih kriteria sangat terpencil kami sarankan sebaiknya teman-teman membawa bekal yang cukup, karena seperti lokasi penempatan kami yang termasuk "sangat terpencil" benar-benar susah sinyal handphone dan listrik, sehingga akan kesulitan sekali bila mengalami masalah keterlambatan gaji seperti yang kami alami. Dan bila telah berani memutuskan memilih lokasi penempatan dengan kriteria "sangat terpencil" harus memahami konsekuensinya, dimana biasanya biaya hidup sangat mahal sehingga harus membawa bekal yang cukup. Baik itu uang maupun alat-alat medis yang biasa kita pergunakan terutama untuk dokter gigi karena bisa juga mendapat penempatan di Puskesmas yang tidak ada alat kedokteran giginya sama sekali. Jangan lupa juga membawa Lampu Emergency, Alat-alat memasak, dan mungkin beberapa perabot rumah tangga.
Saya sendiri kebetulan mendapat rumah dinas yang belum ada perabotnya sama sekali dan hanya berlantai semen dan bak mandi yang bocor sehingga pada saat pertamakali menginjakkan kaki di rumah dinas membuat saya mulai memikirkan harus beli perabot apa yang saya butuhkan. Beruntung saya mendapat pinjaman perabot dari Kepala Puskesmas berupa : 1 kasur, 2 meja, dan satu almari. Namun karena keterbatasan rumah dinas, saya terpaksa satu rumah dengan teman dokter yang kebetulan tidak sama dengan saya (laki-perempuan). Kamipun urunan melengkapi perabot yang belum ada di rumah dinas seperti 1 Kasur lagi, Farlak untuk alas kasur, Kompor, Ember-ember, lampu-lampu, kabel listrik untuk menyambung listrik ke puskesmas, tali/kawat untuk jemuran yang jumlahnya sangat menguras bekal uang yang kami bawa.
........PENUTUP........
Sebagian besar yang kami sharingkan baru sisi negatif pengalaman kami, sisi positif yang kami alami, kami mendapatkan banyak sekali teman-teman baru yang membuat kami sangat betah selama menjadi tenaga medis PTT di lokasi sangat terpencil, terutama teman-teman puskesmas yang senantiasa membantu kami yang berada dalam kesulitan. Kami sering diundang makan di tetangga, dianterin masakan, dipinjamin motor, dipinjamin timba air meskipun sumurnya sedalam 10 meter dan jaraknya 300 langkah kaki saya dari rumah dinas.
Kami juga senang sekali menikmati indahnya alam dan ramahnya masyarakat di Halmahera Barat yang saat ini cukup susah kami temukan di Pulau Jawa.
Di setiap weekend, sering sekali saya diajak memancing ikan dengan perahu ketinting, sungguh pengalaman yang luar biasa dan merupakan kenangan yang tak kan terlupakan bila anda semua mengalaminya.
......................sekian dulu sedikit pengalaman yang bisa kami sharingkan, mungkin ada beberapa tulisan kami yang kurang berkenan bagi pembaca blog kami, kami hanya berharap tulisan kami ini bisa membantu semua orang yang membaca blog ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Jumat, 04 Desember 2009
Jumat, 22 Mei 2009
Malang Tempoe Doeloe mampir Lumpur Lapindo dulu (part 2)
Melalui jalan raya Porong setelah mampir Lumpur Lapindo kami disambut kemacetan yang cukup panjang, disini kendaraan yang lewat terbagi dua lajur, dari pengalaman saya cenderung ambil jalur kiri karena lebih lancar dan tidak terganggu kendaraan lain putar balik ke/dari jalur berlawanan. Sampai di sekitar jalan Ijen, tempat dimana MTD berlangsung kami kembali disambut kemacetan karena jalan Ijen ditutup selama Acara MTD berlangsung. setelah berputar-putar cukup lama untuk mencari tempat parkir, akhirnya kami menemukan tempat strategis di pinggir bundaran depan Ikan Bakar Cianjur, namun kami tidak menemukan petugas tukang liar yang pada umumnya ada pada event-event masyarakat. Kami terpaksa nyari sendiri tempat parkir yang pas yang tidak mengganggu kendaraan lain yang sudah parkir di bibir bundaran. Mobil kami akhirnya terparkir juga meskipun di baris kedua dari bibir bundaran.
Setelah memastikan mobil kami aman, kami jalan kaki berdesak-desakan dengan pengunjung MTD yang lain menyusuri Gubug-gubug dari bambu, kayu, yang didesain suasana tempoe doeloe. Gubug-gubug tersebut ada yang menjadi warung yang menyajikan menu-menu masakan tempoe doeloe, seperti nasi jagung, nasi kuning, pecel, krawu, sate, gule (makan berdua dan minum sekitar Rp.23.000 di tenda no.315). Ada juga yang menjual jajanan rp.1000,-an seperti es gandoel, gulali, permen lolipop tempoe doeloe (saya nyoba beli gulali yang dililitkan pada batang bambu kecil namun baru beberapa kali "emut" gulalinya ngleleh jatuh ke tanah, susah ngemutnya, kalau digigit jadinya molor) . Ada yang menjual mainan dari tanah liat beraneka bentuk, saya beli odong-odong dari kertas semen dan peluit dari tanah liat berbentuk burung kecil @Rp.2000,-. Ada juga beberapa galeri yang menjual baju batik, lukisan, hiasan dinding dari batik. Di sekitar Monumen Tank ada panggung pentas "Ketoprak" yang background panggungnya ada tulisan kecil "Malang Kucecwara". Ada juga miniatur sawah lengkap dengan tanah berlumpur, bibit padi, bajak, cangkul, galengan sawah, gubug kecil, plus background gambar panorama sawah dari digital printing yang super lebar yang ada label kecil "TELKOM" (banyak muda mudi dengan dandanan jadul berfoto-foto berlagak petani beneran).
Setelah puas berkeliling menyusuri tenda-tenda jadul dan juga sudah bosan dengan keramaian MTD yang membuat kami terpaksa hanya melihat punggung dan kepala pengunjung lain yang saling berdesakan, kami berniat balik ke mobil. Dalam perjalanan menuju parkiran, mutyah(temen saya) ternyata janjian ketemuan sama cowok kenalan barunya yang bernama Arif udah gawe jadi jaksa utama di sebuah kabupaten di Lampung, obrolan mereka dilanjutkan sambil berjalan menuju parkiran, kebetulan kami parkir berdekatan dengan Arif. Saya sendiri sempat kenalan dan ngobrol-ngobrol sedikit dengan arif. Hampir sampai di parkiran, ada penjual bando yang ada tanduknya warna putih bisa nyala Rp.10.000,-, saya pun membelinya satu karena tunangan saya minta dibelikan.
Sampai di mobil, kamipun saling berpamitan dengan arif. Anehnya saat kami mau pergi, tiba-tiba ada tukang parkir liar minta ongkos parkir Rp.2000,-.
Di dalam mobil saya bersyukur meskipun tadi kami sangat berdesak-desakan sepanjang perjalanan menyusuri MTD tapi tidak ada dari kami yang kehilangan barang.
Setelah memastikan mobil kami aman, kami jalan kaki berdesak-desakan dengan pengunjung MTD yang lain menyusuri Gubug-gubug dari bambu, kayu, yang didesain suasana tempoe doeloe. Gubug-gubug tersebut ada yang menjadi warung yang menyajikan menu-menu masakan tempoe doeloe, seperti nasi jagung, nasi kuning, pecel, krawu, sate, gule (makan berdua dan minum sekitar Rp.23.000 di tenda no.315). Ada juga yang menjual jajanan rp.1000,-an seperti es gandoel, gulali, permen lolipop tempoe doeloe (saya nyoba beli gulali yang dililitkan pada batang bambu kecil namun baru beberapa kali "emut" gulalinya ngleleh jatuh ke tanah, susah ngemutnya, kalau digigit jadinya molor) . Ada yang menjual mainan dari tanah liat beraneka bentuk, saya beli odong-odong dari kertas semen dan peluit dari tanah liat berbentuk burung kecil @Rp.2000,-. Ada juga beberapa galeri yang menjual baju batik, lukisan, hiasan dinding dari batik. Di sekitar Monumen Tank ada panggung pentas "Ketoprak" yang background panggungnya ada tulisan kecil "Malang Kucecwara". Ada juga miniatur sawah lengkap dengan tanah berlumpur, bibit padi, bajak, cangkul, galengan sawah, gubug kecil, plus background gambar panorama sawah dari digital printing yang super lebar yang ada label kecil "TELKOM" (banyak muda mudi dengan dandanan jadul berfoto-foto berlagak petani beneran).
Setelah puas berkeliling menyusuri tenda-tenda jadul dan juga sudah bosan dengan keramaian MTD yang membuat kami terpaksa hanya melihat punggung dan kepala pengunjung lain yang saling berdesakan, kami berniat balik ke mobil. Dalam perjalanan menuju parkiran, mutyah(temen saya) ternyata janjian ketemuan sama cowok kenalan barunya yang bernama Arif udah gawe jadi jaksa utama di sebuah kabupaten di Lampung, obrolan mereka dilanjutkan sambil berjalan menuju parkiran, kebetulan kami parkir berdekatan dengan Arif. Saya sendiri sempat kenalan dan ngobrol-ngobrol sedikit dengan arif. Hampir sampai di parkiran, ada penjual bando yang ada tanduknya warna putih bisa nyala Rp.10.000,-, saya pun membelinya satu karena tunangan saya minta dibelikan.
Sampai di mobil, kamipun saling berpamitan dengan arif. Anehnya saat kami mau pergi, tiba-tiba ada tukang parkir liar minta ongkos parkir Rp.2000,-.
Di dalam mobil saya bersyukur meskipun tadi kami sangat berdesak-desakan sepanjang perjalanan menyusuri MTD tapi tidak ada dari kami yang kehilangan barang.
ke Malang Tempoe Doeloe (MTD) mampir Lumpur Lapindo (part 1)
Nih barusan kemarin saya, tunangan saya & temen-temen kami kesampaian juga keingintahuan kami tentang MTD. Rencananya sih mau berangkat ke malang kamis kemarin,, udah sempet ngisi bensin mpe penuh n pompa ban di SPBU langganan tapi ga jadi gara-gara pesertanya pada berhalangan, ga jadi berangkat deeh...;(. Berangkat dari rumah jam 4, terus ngejemput mutyah ma nyet-nyet ke kosan mereka di daerah Darmahusada, bis gto ke jalan Kloben ngejemput Rika, terus masuk tol Dupak jam 16.30 an. Di pintu tol nya bayar dulu Rp.2000,-, sampai pintu tol Waru ambil tiket lagi, ee.. pas di tol anak2 pada pengen mampir dulu liat Lumpur Lapindo, trus mpe pintu tol Porong bayar Rp.3000,-.
Ga seberapa lama kemudian sekitar jam 15.30 kami nyampe juga di Lumpur Lapindo, trus parkir di pinggir rel yang deket ma pusat semburan lumpurnya, keluar dari mobil langsung di samperin tukang parkir liarnya trus minta langsung bayar Rp.5000,-. Padahal kami baru turun dari mobil loh, setelah nyebrang rel kereta sebelum naek tangga ke atas tanggul, ada sekitar 5 lelaki yang minta kami bayar Rp.20.000,- untuk 5 orang kalau kami mau liat lumpur (padahal biasanya cuma Rp.2000,- an /orang), saya coba tawar 2000/orang tapi mereka bilang kali ini ga bisa karena mau dikummpulin untuk mendanai demo korban lumpur lapindo di jakarta, setelah agak lama salah satu dari mereka nyeletuk "ya klo ga mau bayar sgitu ya ga usah liat", akhirnya dengan berat hati saya bayar permintaan mereka meskipun kami tidak dapat tiket ataupun tanda terima karena dah terlanjur turun dari mobil n udah jalan sampe bawah tanggul. Yang bkin saya ga ikhlas ya hanya gara-gara ga dikasih tanda terima itu, klo ada tanda terima/tiket nya kan kami (& mungkin pembaca blog ini) pasti mau aja diminta bayar lebih mahal, karena kan penggunaannya jelas untuk membantu korban lumpur.
Sampai diatas tanggul kami sempat foto-foto sebentar sambil di kelilingi bberapa lelaki, ada yang nawarin VCD history Lumpur Lapindo, ada yang nawarin ngambilin foto, nawarin Jajanan, nawarin minuman, nawarin Ojek. Beberapa dari mereka menunjukkan sikap yang ga bersabat kepada kami (pengunjung), mungkin karena kami terus menolak tawaran mereka. Karena kami mulai ga ngerasa nyaman lagi sebagai pengunjung, kami beranjak turun dari tanggul, baru melangkah sedikit saja dan masih ada sebagian dari kami belum beranjak, beberapa lelaki tersebut nyorakin kami "Hooo......(dengan suara berat)" yang membuat kami semakin tidak nyaman karena menurut kami kelakuan beberapa lelaki tersebut sudah sangat tidak sopan dan membuat kami merasa terancam. Beruntung sorakan mereka terhenti karena ada seseorang dari mereka yang bilang "Lapooo? HA-HO-HA-HO, pengunjung itu!!!" (mungkin mereka nyadar udah ngebuat kami ga betah disana).
Sampai di mobil, kami ngelanjutin perjalanan menuju MTD lagi deeeh...:)
begitulah pengalaman kami mampir di Lumpur Lapindo.(Bersambung ke part 2)
Ga seberapa lama kemudian sekitar jam 15.30 kami nyampe juga di Lumpur Lapindo, trus parkir di pinggir rel yang deket ma pusat semburan lumpurnya, keluar dari mobil langsung di samperin tukang parkir liarnya trus minta langsung bayar Rp.5000,-. Padahal kami baru turun dari mobil loh, setelah nyebrang rel kereta sebelum naek tangga ke atas tanggul, ada sekitar 5 lelaki yang minta kami bayar Rp.20.000,- untuk 5 orang kalau kami mau liat lumpur (padahal biasanya cuma Rp.2000,- an /orang), saya coba tawar 2000/orang tapi mereka bilang kali ini ga bisa karena mau dikummpulin untuk mendanai demo korban lumpur lapindo di jakarta, setelah agak lama salah satu dari mereka nyeletuk "ya klo ga mau bayar sgitu ya ga usah liat", akhirnya dengan berat hati saya bayar permintaan mereka meskipun kami tidak dapat tiket ataupun tanda terima karena dah terlanjur turun dari mobil n udah jalan sampe bawah tanggul. Yang bkin saya ga ikhlas ya hanya gara-gara ga dikasih tanda terima itu, klo ada tanda terima/tiket nya kan kami (& mungkin pembaca blog ini) pasti mau aja diminta bayar lebih mahal, karena kan penggunaannya jelas untuk membantu korban lumpur.
Sampai diatas tanggul kami sempat foto-foto sebentar sambil di kelilingi bberapa lelaki, ada yang nawarin VCD history Lumpur Lapindo, ada yang nawarin ngambilin foto, nawarin Jajanan, nawarin minuman, nawarin Ojek. Beberapa dari mereka menunjukkan sikap yang ga bersabat kepada kami (pengunjung), mungkin karena kami terus menolak tawaran mereka. Karena kami mulai ga ngerasa nyaman lagi sebagai pengunjung, kami beranjak turun dari tanggul, baru melangkah sedikit saja dan masih ada sebagian dari kami belum beranjak, beberapa lelaki tersebut nyorakin kami "Hooo......(dengan suara berat)" yang membuat kami semakin tidak nyaman karena menurut kami kelakuan beberapa lelaki tersebut sudah sangat tidak sopan dan membuat kami merasa terancam. Beruntung sorakan mereka terhenti karena ada seseorang dari mereka yang bilang "Lapooo? HA-HO-HA-HO, pengunjung itu!!!" (mungkin mereka nyadar udah ngebuat kami ga betah disana).
Sampai di mobil, kami ngelanjutin perjalanan menuju MTD lagi deeeh...:)
begitulah pengalaman kami mampir di Lumpur Lapindo.(Bersambung ke part 2)
Langganan:
Postingan (Atom)